Senin, 22 Desember 2008

THE ROMANTIC PERIOD

a letter to Byron in 1816, Percy Shelley declared that the French Revolution was "the master theme of the epoch in which we live" — a judgment with which many of Shelley's contemporaries concurred. As one of this period's topics, "The French Revolution: Apocalyptic Expectations," demonstrates, intellectuals of the age were obsessed with the concept of violent and inclusive change in the human condition, and the writings of those we now consider the major Romantic poets cannot be understood, historically, without an awareness of the extent to which their distinctive concepts, plots, forms, and imagery were shaped first by the promise, then by the

Minggu, 02 November 2008

poetry analysis

A. Poetry analysis
Poetry analysis is the process of investigating a poem's form, content, and history in an informed way, with the aim of heightening one's own and others' understanding and appreciation of the work.
The words poem and poetry derive from the Greek poiēma (to make) and poieo (to create). That is, a poem is a made thing: a creation; an artifact. One might think of a poem as, in the words of William Carlos Williams, a "machine made of words". Machines produce some effect, or do some work. They do whatever they are designed to do. The work done by this "machine made of words" is the effect it produces in the reader's mind. A reader analyzing a poem is akin to a mechanic

Minggu, 14 September 2008

New Research Explains "Tip Of The Tongue" Experiences

ScienceDaily (Nov. 13, 2000) — WASHINGTON - That frustrating experience when the word you are looking for is right on the tip of your tongue but you just can't seem to get it out has been studied by scientists for decades. Explanations for the experience, labeled the "tip-of-the-tongue" or TOT state by researchers who study it, has, up until now, revolved around a blocking theory that suggested that words of similar meaning or sound "blocked" the path of the word you were looking for.
In new research, published in the November issue of the Journal of Experimental Psychology: Learning, Memory and Cognition, published by the American Psychological Association,

Aphasia

From Wikipedia, the free encyclopedia

Aphasia ( from Greek, aphatos : 'speechless' ), is also known as aphemia, and is a loss of the ability to produce and/or comprehend language, due to injury to brain areas specialized for these functions, Broca's area, which governs language production, or Wernicke's area, which governs the interpretation of language. It is not a result of deficits in sensory, intellect, or psychiatric functioning,[1] nor due to muscle weakness or a cognitive disorder.
Depending on the area and extent of the damage, someone suffering from aphasia may be able to speak but not write, or vice versa, or display any of a wide variety of other deficiencies in language comprehension and production, such as being able to sing but not speak. Aphasia may

Selasa, 19 Agustus 2008

CHILDREN OF THE RIVER

This novel tells about a cultural conflict that emerges when a Cambodian family is transplanted to America. Sundara is a Cambodian but because of war, she follows her uncle to live in America. Sundara has an ambition; she wants to become a doctor to help Cambodians, and her family supports her. Sundara also has a good personality. She was a kind and nice girl, beautiful, patient, and she was a tough girl. Sundara has a problem, she was falling in love with Jonathan but her family disagreed with her affair with Jonathan. Sundara should continue her studies and marry a Cambodian. They thought that a Khmer person had to marry a Khmer too. Sundara has a big dilemma. Should she follow her family or choose Jonathan. Sundara was always patient in solving her problems and she ones try to make her family happy. Sundara always thought that her mother didn’t love her because she asked Sundara to go by air plane. But her aunt Soka said that the

situs sumedang

Para arkeolog yang tergabung dalam Satgas Penanganan dan Percepatan Relokasi Situs/Cagar Budaya di Jatigede, Jawa Barat, manargetkan eskavasi (penggalian) lima situs di kawasan itu tuntas pada akhir tahun ini.
"Seluruh situs cagar budaya yang ada di kawasan Jatigede itu jumlahnya sekitar 28 situs. Namun baru lima situs yang dilakukan eskavasi, ditargetkan tuntas akhir tahun ini," kata Ketua Satgas Penanganan dan Percepatan Relokasi Situs/Cagar Budaya Jatigede, Nunun Nurhayati kepada ANTARA di Bandung, Jumat.
Ia mengatakan, pihaknya akan berupaya menyelamatkan dan merelokasi situs di kawasan Jatigede

perspektif penerjemah Indonesia

By Harry Hermawan

Penerjemahan gampang-gampang susah. Mengapa?

Jika ada individu merasa dapat berbahasa dua misalnya bahasa Indonesia dan Inggris, dapat saja menjalankan aktivitas penerjemahan. Memang sungguh mudah. Dua pendekatan yang dapat diimplementasikan saat memulai penerjemahan adalah mengambil posisi atau strategi dasar. Yang Terdengar vs Yang Terlihat Bahasa adalah rangkaian bunyi yang manasuka. Namun, kemanasukaannya ini sungguh manasuka. Seperti kata Shakespeare, “What’s in a name?” Mau bunga mawar, ros, bunga merah tetap saja bunga. Rangkaian bunyi refleksi bunga tetap tidak dapat membuang keharuman, kemerahan, keelokan bunga. Masalahnya bunyi “mawar” yang diucapkan dan yang terlihat dalam bentuk tulisan “mawar” ini dapat saja berubah tergantung dari mana yang dijadikan dasar pengalihan dari bahasa sumber ke bahasa target. Contoh yang terdengar dan yang terlihat diperlihatkan seperti yang berikut ini. Pengalihan bahasa Inggris ke bahasa Melayu, “August” jadi “Ogos”, sementara “police” jadi “polis”. Bahasa Indonesia memakai pendekatan yang terlihat. Misalnya “structure” jadi “struktur” bukan *”strakcer” atau “democracy” jadi “demokrasi” bukan *”demokresi”. Lagi-lagi “computer”/ “komputer”, “television”/”televisi”. Dari para pencetus (baik yang mencetus EYD dan yang mengikuti) ada dorongan ingin mempertahankan bentuk secara kasat lewat huruf yang tidak jauh dari asli. Dan, kebanyakan kata pungutan ini lebih banyak dari bahasa Inggris. Memang ada dari berbagai bahasa lain temasuk bahasa daerah yang masuk menjadi pembantu kata pungutan. Namun, serangan pengambilan bahasa pungutan lebih banyak dari bahasa Inggris. Apakah ini karena bahasa Inggris mendunia saat ini? Entahlah.

Namua ada paradoks jika bahasa Inggris ingin dikedepankan dan ingin diingat sebagai rujukan pengambilan bahasa pungutan mengapa bahasa Latin condong jadi pegangan? Apakah karena bahasa Indonesia disebut bahasa latin. Mungkin. Terlepas dari ide awal para pengusung awal atau “founding fathers” tetap bahasa Indonesia lebih banyak mengambil pendekatan yang terlihat. Contoh lain: Glossary (bahasa Inggris), cenderung diindonesiakan glosarium. Mengapa tidak glosari. Toh, “glossary” lebih dekat daripada “glosarium” sebagai fondasi. Mengapa “sites” jadi “situs” bukan *”saites”.

Masih banyak contoh yang saat ini saya tidak bisa ungkapkan karena saya rasa Anda akan dapat lebih banyak memberikan contoh nyata yang terkini dan mutakhir. Jadi, dari contoh sederhana, bahasa Inggris yang diindonesiakan memang mengambil pendekatan semacam ini.Bila, Anda sebagai penerjemah tentu memiliki otoritas untuk menentukan “otherwise” atau berbeda. Tapi tentu kaidah mendasar yang patut jadi rujukan harus konsisten alias bisa tetap, namun lagi-lagi arus deras mayoritas akan membuat otoritas kita menjadi terikuti arus. Bagaimana Anda memilih pendekatan terjemahan. Yang terdengar atau yang terlihat. Terserah Anda.

Prinsip Dasar dalam Penerjemahan

Kegiatan menerjemahkan bukanlah hanya mengalihkan bahasa yang satu (bahasa sumber) ke bahasa lainnya (bahasa sasaran) tetapi juga mengubah bentuk dari bahasa sumber ke bahasa sasaran. Yang lebih penting lagi adalah memindahkan arti dan pesan dari bahasa sumber ke bahasa sasaran dan pembaca merasa article tersebut bukanlah hasil karya terjemahan.

Seorang translator dalam menerjemahkan dari bahasa Inggris ke Bahasa Indonesia tidak cuma diperlukan pemahaman tentang aspek bahasa Inggris dan bahasa Indonesia saja (Linguistic) tetapi juga aspek aspek non bahasa termasuk budaya dan kebiasaan dari pemakai bahasa tsb.

Pemahaman yang memadai tentang aspek bahasa dan non bahasa dari bahasa Inggris dan bahasa Indonesia sangat diperlukan untuk memperoleh equvalensi dalam menyampaikan pesan secara tepat dan akurat.

Some principles of translation taken from Translation by Allan Duff.
a. Meaning. Penerjemahan seharusnya merefleksikan arti dari original text secara tepat dan akurat.
contoh :
"You're asking me for the case, and I'm telling you what's possible, but not necessarily what will happen"
"Anda menanayai saya tentang kemungkinan yang terbaik dan yang saya katakan tadi adalah yang bisa terjadi tetapi tidak berarti yang akan terjadi"

b. Form. Susunan kata dan idea dari text dalam penterjemahan seharusnya sesuai dan sama dengan text original (hal ini biasanya dalam penerjemahan legal document, kontrak kerja dll). Tetapi perbedaan struktur bahasa sering diperlukan perubahan dalam bentuk maupun susunan kata.
contoh :
"She worked hard at whatever she did" kalimat ini dalam kalimat aktif.
"Apapun yang dilakukannya selalu dengan sungguh sungguh" kalimat pasif

c. Register. * Menurut kamus linguistic, register adalah a variety of language typically used in a specific type of communicative setting: an informal register; the register of scientific discourse *
Bahasa sering berbeda beda level formalitas nya sesuai dengan konteksnya untuk memecahkan masalah ini the translator harus membedakan experesi formal dan pesonal.
contohnya dalam surat resmi dalam bahasa Inggris : "Dear Sir " diterjemahkan menjadi "Dengan hormat".

d. Source Language Influence. Salah satu yang sering dikritik dari hasil karya penterjemahan ialah hasil terjemahan terkesan tidak natural/alamiah. Hal ini karena penterjemah dalam pemilihan kata atau dalam menterjemahkan terpaku dengan kata atau bentuk dari bahasa sumber.
Contoh :
"She worked hard at whatever she did" jika diterjemahkan
"Dia bekerja keras apapun yang dikerjakan" nampak tidak natural dibanding dengan
"Apapun yang dilakukannya selalu dengan sungguh-sungguh"

e. Style and Clarity. Penterjemah seharusnya tidak merubah style atau gaya dari original text.
contoh :
"How nice this scenery is!" * english exclamation*
jika diterjemahakan:
"Pemandangan itu bagus" style nya menjadi berbeda karena 'english exclamation' diterjemahkan menjadi 'sentence'. Agar tercapai equivalensi dalam style nya sebaiknya diterjemahkan menjadi:
"Alangkah indahnya pemandangan itu"

f. Idiom. expresi idiom sebenarnya tidak bisa diterjemahkan. Termasuk metaphora, pribahasa, istilah dan jargon, slang.etc.
contoh:
Istilah: user-friendly, yuppi etc

the idiom "the scape goat" equivalent dengan "kambing hitam"

"the skeleton in the cupboard" tidak bisa diterjemahkan dengan
"kerangka manusia di lemari" karena idiom ini mempunya arti
"rahasia keluarga"

"The early bird catches the worm" tidak bisa diterjemahkan menjadi "burung yang datang lebih awal dapat menangkap cacing" Karena idiom ini mempunyai arti:
"orang yang melakukan sesuatu lebih diawal akan mendapat keuntungan daripada yang belakangan"

Jadi tidak semua Idiom dalam bahasa Inggris bisa diterjemahkan dengan idiom lagi dalam bahasa Indonesia.

Jika ekspresi suatu idiom tidak bisa langsung diterjemahkan dengan bahasa Indonesia bisa dilakukan salah satu seperti dibawah ini :
-tidak perlu diterjemahkan, cukup diberi tanda koma. contoh: "sandwich"
-biarkan dengan ekspresi original dengan memberikan keterangan dalam kurung
contoh : Brand Image (merk yang sudah terkenal secara meluas seperti supermi, aqua dll)
-terjemahkan dengan idiom yang hampir sama
contoh :
"Barking dogs seldom bite"
"Anjing menggonggong kafilah berlalu"
-Menterjemahkan dengan menggunakan non-idiomatic
contoh :
"Love me, love my dog"
" Jika mencintai saya, kamu harus mencintai semua yang saya miliki, keluarga dan teman-teman saya dan menyukai apa yang saya lakukan/saya sukai.
atau diterjemahkan: Mau menerima saya apa adanya.

Xenoglosofilia di Indonesia - Suatu Kelainan Psikolinguistik?

By Hipyan Nopri

Orang Inggris berbicara dalam bahasa Inggris; orang Italia berbicara dalam bahasa Italia; orang Jerman berbicara dalam bahasa Jerman; orang Arab berbicara dalam bahasa Arab; orang Spanyol berbicara dalam bahasa Spanyol. Apakah orang Indonesia juga berbicara dalam bahasa Indonesia? Jawabannya, ya dan tidak. Mengapa jawabannya ya dan sekaligus juga tidak? Mari kita baca uraian di bawah ini.

Anda mungkin heran dengan istilah yang saya gunakan dalam tulisan ini - xenoglosofilia. Tidak apa-apa, mungkin ini istilah yang baru kali ini atau jarang sekali kita dengar. Karena itu, wajar saja kalau pembaca umumnya belum tahu apa pengertian dari istilah yang terdengar sangat asing ini.

Mungkin memang begitulah kenyataannya - istilah ini sangat jarang kita dengar. Namun demikian, gejala xenoglosofilia sebenarnya sudah sangat tidak asing bagi kita semua. Berikut beberapa contoh dari fenomena xenoglosofilia:

Suara kamu sangat powerful.

Itu menurut aku personally.

Kampanye ini dimaksudkan untuk meningkatkan awareness masyarakat mengenai penyakit AIDS. (Istilah yang digunakan

Dian Sastro pada sebuah iklan sosial televisi)

Save our nation (Salah satu judul acara di Metro TV, sebuah stasiun televisi nasional yang cenderung menggunakan istilah berbahasa Inggris ketimbang bahasa Indonesia)

Waktu itu saya kurang prepared menghadapi para peserta lain.

Kalau ada informasi lowongan kerja, tolong dishare ya.

busway, waterway, dan monorail (istilah yang digunakan Pemda DKI)

quick count, electoral threshold (istilah yang digunakan KPU dan DPR)

fit and proper test (istilah yang digunakan DPR)

Ini hanya sebagian kecil contoh kesalahkaprahan berbahasa. Dalam kehidupan sehari-hari, fenomena ini terlihat sangat jelas di kalangan stasiun televisi, artis, pejabat swasta maupun pemerintah, karyawan swasta maupun pemerintah, dan mahasiswa.

Stasiun televisi Indonesia sering sekali menggunakan bahasa Inggris untuk acara-acara yang justru berbahasa Indonesia. Di antara sekian banyak stasiun televisi tersebut, Metro TV dapat dikatakan sebagai jawaranya. Silakan Anda lihat berapa banyak nama acara yang berbahasa Inggris dan berapa banyak yang berbahasa Indonesia.

Kalangan artis, pejabat, karyawan, dan mahasiswa nampaknya kurang nyaman dalam berbicara kalau tidak menyelipkan satu-dua kata bahasa Inggris. Yang lebih mengherankan, siswa SMP (dalam acara Padamu Negeri di Metro TV) pun sudah mulai ketularan kelainan psikolinguistik ini. Salah seorang siswa SMP tersebut mengatakan, "Kita tidak boleh menjudge . . .."

Apakah fenmonena ini memenuhi kriteria untuk dikategorikan sebagai suatu kelainan psikolinguistik? Secara pribadi, saya berpendapat ini tergolong kelainan psikolinguistik. Mengapa dikatakan demikian?

Mari kita renungkan dan pikirkan sejenak butir-butir pemikiran berikut:

1. Istilah-istilah asing tersebut biasanya digunakan dalam konteks komunikasi berbahasa Indonesia, bukan dalam komunikasi berbahasa Inggris.

2. Istilah-istilah tersebut biasanya tidak perlu digunakan karena padanan bahasa Indonesianya sudah ada.

3. Orang-orang yang menggunakan istilah asing tersebut adalah warga negara Indonesia yang sebenarnya mampu berbahasa Indonesia dengan baik.

4. Istilah-istilah asing tersebut tidak semakin memperjelas makna yang dimaksud dan juga tidak semakin memperlancar komunikasi.

Jadi, jelas ini merupakan suatu kebiasaan dan kecenderungan psikologis dan linguistik yang tidak sesuai dengan situasi dan kondisi.

Sekarang kita lihat pengertian xenoglosofilia dari beberapa sumber berikut:

Xenoglossophilia:

1. Abnormal affection towards foreign languages (Kesukaan tak normal terhadap bahasa asing).

2. A tendency to use a strange or foreign words particularly in a pretentious manner (Suatu kecenderungan menggunakan kata-kata yang aneh atau asing terutama dengan cara yang tidak wajar)

Basavanna, M. 2000. Dictionary of Psychology. New Delhi: Allied Publishers Ltd.

3. An attraction to or inclination to pretentious use of foreign or strange language (Suatu ketertarikan atau kecenderungan menggunakan bahasa yang asing atau aneh secara tidak wajar)

Dari semua uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa gejala kesalahkaprahan berbahasa yang belakangan ini semakin banyak diperlihatkan oleh stasiun televisi, artis, pejabat, karyawan, dan mahasiswa, dapat dikategorikan sebagai suatu kelainan psikolinguistik yang disebut xenoglosofilia.

Bagaimana cara menyembuhkan kelainan ini? Mari kita mulai dari diri kita masing-masing - gunakanlah bahasa Indonesia yang baik, benar, dan wajar baik dalam bahasa lisan maupun bahasa tulis. Selanjutnya, kita ajak orang lain untuk melakukan hal yang sama. Akhirnya, melalui berbagai cara dan media, mari kita desak Pusat Bahasa dan Depdiknas untuk lebih memainkan peran proaktif mereka untuk memasyarakatkan penggunaan bahasa Indonesia di semua kalangan.

Menurut saya, agar kampanye ini berhasil dengan efektif, sasaran utama kampanye tersebut diarahkan pada media massa elektronik (televisi, radio, dan Internet) dan media cetak (koran, majalah, dan tabloid). Sasaran berikutnya adalah lembaga-lembaga pemerintah maupun swasta seperti instansi pemerintah, sekolah dasar sampai perguruan tinggi, perusahaan, dan organisasi sosial-politik.

Saya yakin, dengan tekad kuat dan usaha berkelanjutan, tujuan mulia ini dapat tercapai. Amin.